Journal Riset
Mahasiswa Akuntansi (JRMA) ISSN: 2337-56xx.Volume: xx, Nomor: xx
PENGARUH GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PADA MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2013-2014)
Selvy Yulita Abdillah
(Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomika
Dan Bisnis Universitas Kanjuruhan, Malang) e-mail: selvyyulita52@gmail.com
R. Anastasia Endang
Susilawati
Nanang Purwanto
(Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas
Kanjuruhan, Malang)
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui secara empiris pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba. Good corporate governance diproksikan
dengan komite audit,komisaris independen, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen
laba yang diukur dengan discretionary
accrual. Penelitian ini menggunakan 22 sampel perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2014. Metode analisis data
pada penelitian ini adalah analisis regresi setelah dilakukan pengujian asumsi
klasik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh negatif
, komisaris independen, dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan manajerial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian
berikutnya dapat menambah ukuran perusahan sebagai variabel independen karena
perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan
lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan dan melaporkan kondisinya
lebih akurat. Dan juga menambahkan kualitas audit sebagai variabel independen
karena kualitas audit yang tinggi memungkinkan terhindar dari praktik manajemen
laba yang dilakukan manajer, dan kualitas audit yang rendah memungkinkan
manajer melakukan manajemen laba.
Kata
kunci: good corporate governance,
manajemen laba, discretionary accrual
1. PENDAHULUAN
Laba merupakan cerminan kinerja
perusahaan yang dapat dikelola secara opertunis dan efisien. Dikelola secara
oportunis artinya dikelola untuk meningkatkan laba sesuai dengan yang
diinginkan dan menguntungkan pihak–pihak tertentu, dan dikelola secara efisien
artinya dikelola untuk meningkatkan keinformatifan informasi. Untuk menunjukkan
prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba, manajemen cenderung mengelola laba
secara oportunis dan melakukan manipulasi laporan keuangan agar menunjukkan
laba yang memuaskan meskipun tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. Menurut Scott (2006) didalam bukunya yang berjudul “Financial Accounting Theory” menyatakan
bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik
disebut dengan manajemen laba.
Manajemen laba pada suatu perusahaan muncul karena adanya
konflik antara pemegang saham (principal)
dan manajer (agent). Konflik antara
pemegang saham dan manajer ini dijelaskan dalam teori keagenan. Teori keagenan (agency theory) adalah teori yang
menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
(Jensen dan Meckling, 1976).
http://ejournal.ukanjuruhan.ac.id
Hal |
Konflik agensi sering muncul karena manajer bertugas untuk
memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun mereka juga harus
memaksimumkan kesejahteraanya sendiri. Penyatuan kepentingan antara pihak
manajer ini sering kali menimbulkan masalah keagenan atau agensi konflik
(Faisal, 2004).
Beberapa kasus manipulasi laba terjadi
pada perusahan-perusahan besar di Indonesia. PT. Kimia Farma, PT. Bank Lippo,
PT. Perusahaan Gas Negara, PT. Indofarma, dan PT. Ades Alfindo (Sulistiawan et al., 2011). Berdasarkan beberapa
kasus skandal pelaporan keuangan telah menimbulkan pertanyaan bagaimana
mekanisme penerapan good corporate
governance dalam sebuah perusahaan untuk meminimalkan manajemen laba.
Menurut
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan GCG
sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan. Mekanisme good
corporate governance dalam penelitian ini menggunakan mekanisme komite
audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial.
Perusahaan yang diteliti adalah
perusahaan manufaktur. Perusahaan
manufaktur dipilih sebagai objek
penelitih karena bisnis usaha manufaktur menjadi tujuan investasi yang menarik
investor. Selain itu, usaha ini juga memiliki peluang yang sangat besar di
Indonesia untuk melakukan manipulasi laporan keuangan. Oleh karena itu, apakah
perusahaan manufaktur yang di teliti merupakan perusahaan yang mengindikasikan
terjadinya manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, dan penelitian
sebelumnya telah menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.
Penelitian ini akan fokus pada mekanisme good
corporate governance dengan proksi komite audit, dewan komisaris
independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dalam
meminimalisir manajemen laba yang diukur dengan discretionary accrual.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan
dibahas yaitu :
1. Apakah
komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba ?
2. Apakah
dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba ?
3. Apakah
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba ?
4. Apakah
kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba ?
5. Diantara
keempat variabel tersebut, variabel apakah yang berpengaruh paling besar
terhadap manajemen laba?
Sedangkan
tujuan penelitian ini adalah unutuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap
hal-hal
tersebut di atas.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency theory (teori keagenan)
diperkenalkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976 dan merupakan dasar
untuk memahami tata kelola perusahaan (Corporate
Governance). Menurut Hidayati (2015) hubungan keagenan terjadi ketika
perbedaan kepentingan antara pemegang saham (principal)
dan manajemen (agent), serta hubungan
kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu
dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut.
Para manajer
diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham untuk membuat
keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal
sebagai teori keagenan (agency theory).
Jadi, teori ini timbul pada saat keinginan dan tujuan dari principal dan agent
berlawanan, dan melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan
oleh agent adalah hal yang sulit bagi
principal.
2.3 Manajemen laba
Manajemen laba
merupakan campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan yang
tujuannya untuk dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan tertentu.
Manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas dari laporan keuangan karena tidak
memcerminkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Para pemakai laporan
keuangan di mungkinkan akan mengambil keputusan yang salah di karenakan mereka
memperoleh informasi keuangan yang salah (Setiawati dan Na’im, 2000 dalam
Achmad, et al., 2007).
Menurut Healy
dan Wahlen 1998 dalam Fauziyah (2014), manajemen laba mengandung beberapa aspek
yaitu:
a. Intervensi
manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan melalui penggunaan judgment, misalnya judgment yang digunakan untuk mengestimasi peristiwa-peristiwa
ekonomi dimasa depan untuk diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan.
b. Tujuan
manajemen laba adalah untuk menyesatkan stakeholders
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki
informasi lebih yang tidak dapat diakses oleh pihak lainnya.
2.4 Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mendefinisikan GCG sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar
pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengendalikan perusahaan. Mekanisme good
corporate governance dalam penelitian ini adalah komite audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial.
1. Komite Audit
Komite audit
yang efektif diperlukan dalam pencapaian Good
Corporate Governance. Ada beberapa manfaat dari pembentukan komite audit
dalam perusahaan. Pertama, komite audit melakukan pengawasan laporan keuangan
dan pelaksanaan audit eksternal. Kedua, komite audit melakukan pengawasan
independen terhadap pengelolaan perusahaan. Ketiga, komite audit melaksanakan
pengawasan independen atas proses pelaksanaan yang baik dalam mempengaruhi
kualitas pelaporan keuangan yang pada akhirnya akan mempengaruhi manajemen laba
(Herianto, 2013).
Penelitian
Suaryana (2005) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh
positif terhadap manajemen laba. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan komite
audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.
Berdasarkan
uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
H1 : Keberadaan komite audit berpengaruh terhadap
manajemen laba.
2. Komisaris Independen
Pengaruh
dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring
dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan akan
meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dengan
pemegang saham. Oleh karena itu, dewan komisaris seharusnya dapat mengawasi
kinerja direksi yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
Beasley
(1996) dalam Herianto (2013) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris dari
luar dapat mengurangi kecurangan pelaporan keuangan dari pada kehadiran komite
audit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap kecenderungan
terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
Berdasarkan
uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. H2: Proporsi komisaris
independen berpengaruh terhadap manajemen laba.
3. Kepemilikan Institusional
Konsentrasi
kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lain. Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki
kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham
sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu
untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara
profesional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap
tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan
(Lastanti,2004). Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan.
Berdasarkan
uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. H3: Kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap manajemen laba.
4. Kepemilikan Manajerial
Jensen &
Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah
keagenan dari manajer dengan
menyelaraskan kepentingankepentingan manajer dengan pemegang saham. Masalah keagenan dapat diminimalisasi dengan
cara memperbesar kepemilikan manajerial sehingga manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya
untuk kepentingan pemegang saham.
Hal itu akan berpengaruh pada manajemen laba yang dihasilkan dan nilai perusahaan.
Namun,
kepemilikan juga menghasilkan insentif bagi eksekutif untuk memanipulasi harga
saham secara oportunistik. Kemampuan seorang eksekutif dalam menunjukkan
perilaku oportunistik dibatasi oleh pengendalian internal. Ujiyantho dan
Pramuka (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance pada proksi
kepemilikan manajerial mampu mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara
manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.
Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen
laba.
5. Variabel yang Berpengaruh Dominan Terhadap Manajemen Laba
Carcello et. al. (2006) menyelidiki hubungan
antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan komite audit di bidang keuangan
terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Adanya komite audit di perusahaan diharapkan
agar pengawasan terhadap perusahaan dapat meningkat sehingga tercipta praktik
perusahaan yang transparan guna menimalisir manajemen laba pada perusahaan.
Selain itu,
banyak penelitian yang mendukung keberadaan komite audit, diantaranya dalah hasil
penelitian yang dilakukan Klein (2000) yang menunjukkan adanya hubungan
negative antara komite audit dengan manipulasi laba. Hasil penelitian Nasution
dan Setywan (2007) menunjukkan pengaruh negative signifikan antara komite audit
dengan manajemen laba. Hal tersebut menunjukkan bahwa komite audit telah
berhasil dalam mengurangi praktik manajemen laba perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut. H5: Komite Audit Berpengaruh Dominan Terhadap Manajemen
Laba.
2.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan permasalahan yang
telah dikemukakan, maka disajikan kerangka pemikiran yang
dituangkan dalam model penelitian sebagai berikut:
3. METODE
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan
penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang pendekatan yang
digunakan dalam penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan. Filsafat positivisme memandang realitas/ gejala/ fenomena itu dapat
diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan
gejala bersifat sebab akibat (Sugiyono, 2014).
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Objek
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013
sampai 2014. Sedangkan unit analisisnya adalah Good Corporate Governance yang diproksikan dalam komite audit,
komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan sumber data yang terdapat pada
www.idx.co.id.
3.3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2013-2014 sebanyak 137 perusahaan.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan beberapa kriteria sebagai
berikut:
1. Perusahaan
di Indonesia yang temasuk dalam golongan perusahaan manufaktur sesuai dengan
kategori yang dikembangkan oleh Bursa Efek Indonesia yang tercantum dalam IDX
selama tahun 2013-2014
2. Perusahaan
manufaktur tidak keluar (delisting) dari BEI selama tahun 2013-2014
3. Perusahaan
menerbitkan data laporan keuangan tahunan yang lengkap selama periode
pengamatan 2013-2014
4. Perusahaan
yang tidak rugi selama periode pengamatan 2013-2014
5. Perusahaan
manufaktur yang memiliki laporan komite audit, komisaris independen,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial.
3.4 Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Independen
a. Komite Audit
Komite audit
dipilih oleh dewan komisaris untuk mengawasi sistem pengendalian akuntansi
perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif mampu membuat kinerja
perusahaan berjalan lebih baik. Komite audit dihitung dari jumlah anggota
komite audit yang dimiliki (Ruwita, 2012).
Komite Audit = ∑ Anggota Komite
Audit
b. Komisaris Independen
Dewan
komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya
beranggotakan dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan yang
berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan kesuluruhan (Susiana
dan Herawaty, 2007).
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan
institusional (institusional ownership)
merupakan presentase kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki investor
institusional seperti pemerintah, perusahaan investasi, bank, perusahaan
asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan
institusional diukur dengan persentase kepemilikan institusi dalam struktur
saham perusahaan (Juniarti et al,
2009).
d. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan
manajerial (manajerial ownership)
adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan. Kepemilikan manajerial merupakan persentase kepemilikan
saham oleh pihak manajemen (direktor dan komisaris) (Wahidahwati, 2002).
2. Variabel Dependen
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba diukur
dengan proksi discretionary accrual.
Pengukuran dengan proksi ini biasa digunakan untuk menilai adanya tindakan
manajemen laba yang hanya memihak pada kepentingan manajemen sendiri. Laba yang
berkualitas tinggi adalah laba yang bebas dari tindakan rekayasa dan
manipulasi. Pengukuran manajemen laba melalui discretionary accrual, dihitung dengan model Jones yang telah
dimodifikasi dengan pendekatan Dechow et al. (1995). Penghitungan discretionary accrual memiliki
langkahlangkah sebagai berikut:
TAit = Nit -CFOit
………………………………………………………………….......…..(1)
TAit/Ait-1 = α1
(1/Ait-1) + β1(( ∆ REVit - ∆ RECit )/Ait-1)
+ β2(PPEit/Ait)+ ε………......(2)
NDAit = α1(1/Ait-1)
+ β1(( ∆REVit/Ait-1)) – ( ∆RECit/Ait-1))
+ β2(PPEit/Ait-1)……..….(3)
DAit =
( TAit/Ait-1 )
- NDAit…………………………………………………………(4)
Keterangan:
Tait = Total akrual perusahaan i pada tahun t.
Nit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t.
TAit =
Total akrual perusahaan i pada tahun t.
Ait-1 =
Total aset perusahaan i pada tahun t-1.
∆REVit =
Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan pada tahun t-1. ∆RECit = Piutang perusahaan i
pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1 PPEit = Aset tetap perusahaan i pada tahun t. εit = Error
term perusahaan i pada tahun t.
NDAit = Nondiscretionary accrual perusahaan i
pada tahun t. DAit = discretionary
accrual perusahaan i pada tahun t.
3.5 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel
penganggu memiliki distribusi normal. Selain itu, uji normalitas juga dapat
diuji dengan statistik
non-parametrik Kolmogorov Smirnov (K-S)
dengan menggunakan taraf
signifikansi 5%. Jika, signifikansi (dapat dilihat pada Asymp. Sig. (2-tiled) pada output SPSS) dari nilai Kolmogorov Smirnov > 5%, data
yang digunakan berdistribusi normal (Ghozali, 2013).
2. Uji Multikolineritas
Multikolinearitas
dalam model regresi dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF).
Apabila nilai VIF lebih besar dari satu (VIF>10)
menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Sedangkan, nilai VIF yang mendekati satu menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas (Ghozali, 2013).
3. Uji Autokorelasi
Uji
autokorelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan yang kuat baik positif maupun negatif atau tidak ada hubungan antar data
yang ada pada variabel-variabel
penelitian dalam model regresi linier. Model
regresi yang baik adalah yang tidak mengandung masalah autokorelasi (Umar, 2011). Pengujian
adanya autokolerasi dapat dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson Test. Uji
ini menghasilkan nilai DW hitung (d) dan
nilai DW tabel (dL dan du).
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi terjadi kesaman atau ketidaksamaan varian dari residual
satu pengamatan kepengamatan yang
lain. Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas (Ghozali,
2013).
3.6 Pengujian Hipotesis
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Persamaan regresi linier berganda
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan:
y =
Manajemen laba
α = Konstanta

= Koefisiensi regresi dari jumlah komite audit

= Persentase jumlah komite audit pada tahun t

= Koefisiensi regresi dari komisaris
independen

= Presentase
jumlah komisaris independen pada tahun t

= Koefisiensi regresi dari kepemilikan
institusional

= Presentase saham perusahaan
yang dimiliki institusional pada tahun
t

= Koefisiensi regresi dari kepemilikan
manajerial

= Persentase saham perusahaan
yang dimiliki manajerial pada tahun t

=
Eror item/variabel lain yang tidak diteliti
2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien
Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan
suatu model penelitian dalam menjelaskan variasi variabel dependen yang ada.
Dengan demikian akan diketahui seberapa besar variabel dependen dapat
diterangkan oleh variabel independen yang ada. Nilai yang medekati angka 1
berarti variabel independen hampir atau mampu memberikan informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependen (Ghozali, 2013).
3. Uji Statistik t (t-test)
Uji ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh variabel independen secara individu
dalam menerangkan variabel dependen. Uji statistik t digunakan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang terjadi antara variabel-variabel uji terhadap
kelompok uji (Ghozali, 2013).
4. Pengujian Signifikansi Model (F-test)
Uji F
dilakukan untuk mengatahui apakah variabel dependen secara bersama-sama
dipengaruhi oleh variabel independen. Pengujian dapat dilakukan dengan melihat
tingkat signifikansi F (Ghozali, 2013).
4. PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif
Tabel 4.1
menyajikan statistic deskriptif semua variabel yangdigunakan dalam penelitian
ini. Tabel 4.1
Descriptive Statistics
|
N
|
Minimum
|
Maximum
|
Mean
|
Std. Deviation
|
Y
|
44
|
-135.19
|
398.60
|
25.4429
|
91.02303
.46209
.06330
19.26609
7.75121
|
x1
|
44
|
3.00
|
5.00
|
3.1364
|
x2
|
44
|
.30
|
.50
|
.3672
|
x3
|
44
|
22.48
|
96.09
|
64.0418
|
x4
|
44
|
.02
|
25.58
|
6.3227
|
Valid N (listwise)
|
44
|
|
|
|
Sumber:
data sekunder diolah
Berdasarkan
data diatas dapat disimpulkan bahwa nilai minimum Y -135.19, nilai maximum
3889.60, dan standdart deviation sebesar 91.02303.
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Hasil Uji Multikolinieritas
Hasil uji asumsi klasik
multikolinieritas dengan VIF (Variance
Inflation Factor) disajikan pada
tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas
Variabel
|
Nilai Tolerance
|
Nilai VIF
|
Simpulan
|
Komite Audit
|
.598
|
1.673
|
Tidak terjadi
multikolinieritas
|
Komisaris Independen
|
.559
|
1.789
|
Tidak terjadi
multikolinieritas
|
Kepemilikan
Institusional
|
.437
|
2.289
|
Tidak terjadi
multikolinieritas
|
Kepemilikan Manajerial
|
.466
|
2.147
|
Tidak terjadi
multikolinieritas
|
Sumber: data sekunder diolah, lampiran 6
Pada Tabel
4.2 tersebut nampak bahwa nilai VIF dan
tolerance untuk semua variabel menunjukkan nilai tolerance lebih besar 0.10
atau nilai VIF lebih kecil dari 10. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi
multikolinieritas.
2. Hasil Uji Autokorelasi
Hasil uji
asumsi klasik autokorelasi ini menggunakan pendekatan Durbin Watson karena
Durbin Watson meupakan sebuah test yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya
autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari sebuah
analisis regresi,
hasilnya disajikan pada Lampiran 6. Pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa
nilai Durbin Watson 2,193 terletak di antara 1,55 – 2,46 (Firdaus, 2010). Hal
ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi autokorelasi.
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji
asumsi klasik heteroskedastisitas dengan pendekatan Scatter Plot karena Scatter
Plot merupakan sebuah grafik yang biasa digunakan untuk melihat suatu pola
hubungan antara 2 variabel, jika titik-titik yang ada pada grafik membentuk
pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan terjadi heteroskedastisitas,
dan sebaliknya , jika titik-titik yang ada pada grafik tidak membentuk pola
tertentu yang teratur (pola tidak beraturan), maka mengindikasikan terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Hasil disajikan pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1
Gambar Scatter
Plot, uji asumsi klasik heterokedastisitas
Pada
gambar tersebut tampak bahwa grafik plot menunjukkan tidak beraturan atau tidak
membentuk suatu pola tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Hasil Uji Normalitas
Menurut
Ghozali (2013), uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
variabel pengganggu mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi
yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut
Ghozali (2013), kriterianya jika nilai asymp.
sig (2-tailed) model Kolmogorof-Smirnov melebihi alpa 5% berarti data
variabel pengganggu memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas disajikan
pada Lampiran 5. Dari lampiran tersebut, selanjutnya disajikan pada Tabel 4.3
berikut.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
|
|
|
Unstandardized Residual
|
N
|
|
|
44
|
Normal Parametersa
|
|
Mean
|
.0000000
|
Std. Deviation
|
88.17428694
|

Tabel
di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi Kolmogorof-Smirnov sebesar 0.761
lebih besar 0.05
(5%). Ini berarti bahwa data variabel pengganggu memiliki distribusi normal.
4.3 Hasil Analisis Regresi Liner Berganda
Hasil analisis regresi linier
berganda dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 0.668 - 0.245X1 -
0.152X2 - 0.144X3 +
0.141X4 + 0.862 Selanjutnya di ringkas pada Tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.4
Hasil Analisis Regresi
Variabel
|
Koefisisen Regresi
|
Nilai
Signifikasi
|
Kesimpulan
|
X1 = Komite Audit
|
-0.245
|
0.00
|
Berpengaruh
|
X2 = Komisaris Independen
|
-0.152
|
0.00
|
Berpengaruh
|
X3 = Kepemilikan
Institusional
|
-0.144
|
0.00
|
Berpengaruh
|
X4 = Kepemilikan Manajerial
|
+0.141
|
0.00
|
Berpengaruh
|
Nilai signifikansi uji F =
0.000
|
|
|
|
Nilai R-square = 0.662
|
|
|
|
Sumber: data sekunder diolah
Nilai
koefisien regresi variabel komite audit bertanda negatif 0.245. Ini menunjukkan
bahwa variabel komite audit berhubungan negatif manajemen laba. Artinya, jika
variabel komite audit ditingkatkan satu satuan, maka variabel manajemen laba
akan turun 0.245. Asumsi variabel lainnya tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa
komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba
sehingga H1 diterima. Hasil
penelitian ini juga dikukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jao dan
Pagalung (2010), Setiawan (2009) dan Siregar dan Utama (2005) yang menyatakkan
bahwa komite audit berpengaruh negatif
dan signifikan yang artinya komite audit mampu melindungi kepentingan
pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak
manajemen. Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Klein (2002) dalam
Eka (2011) yang memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan membentuk
komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit
dan komite audit dengan jumlah yang kecil (sedikit) mungkin akan mengalami
kekurangan sumber daya untuk mendistribusikan tugas komite audit yang telah
diamanatkan dan untuk mengawasi operasi perusahaan yang lebih besar dan lebih
kompleks.
Nilai
koefisien regresi variabel komisaris independen bertanda negatif 0.152. Ini
menunjukkan bahwa variabel komisaris independen berhubungan negatif dengan
manajemen laba. Artinya, jika variabel komisaris independen ditingkatkan satu
satuan, maka variabel manajemen laba akan turun 0.152. Asumsi variabel lainnya
tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap manajemen laba sehingga H2 diterima.
Penelitian ini didukung dengan teori dari Fama dan Jensen (1983) dalam eka
(2011) yang menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak penengah
dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer dan mengawasi kebijakan
manajemen serta memberi nasihat kepada manajemen. Komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi memotoring agar tercapai
perusahaan yang good corporate governance.
Komisaris independen ini dapat dilihat efektivitasnya dalam hal jumlahnya yang
proporsional sebanding dengan jumlah seluruh dewan komisaris dalam perusahaan.
Apabila jumlah dewan komisaris besar, sedangkan jumlah komisaris independen
sedikit atau kecil, maka pengawasan akan dinilai kurang, karena jumlah dewan
komisaris internal lebih besar sehingga dapat memungkinkan munculnya praktik
manajemen laba akibat lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dan
perusahaannya.
Nilai
koefisien regresi variabel kepemilikan institusional bertanda negatif 0.144.
Ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional berhubungan negatif
dengan manajemen laba. Artinya, jika variabel kepemilikan institusional
ditingkatkan satu satuan, maka variabel manajemen laba akan turun 0.144. Asumsi
variabel lainnya tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba sehingga H3 diterima.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ujhiyanto dan
Pramuka (2007), Penelitian Metta (2012) dan
penelitian Tarjo (2008) kepemilikan institusional mempunyai pengaruh
negatif signfikan terhadap manajemen laba, penelitian ini mempunyai hasil yang
sama dengan penelitian Subhan (2011) dan Indriastuti (2012) dalam Wulandari
(2013). Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis, seperti teori keagenan
yang memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat diminimalisir
dengan pengawasan melalui good corporate
governance yang salah satunya adalah
melalui kepemilikan saham oleh investor institusi. Herianto (2012) yang
menyebutkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba
karena kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lain.Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki
kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham
sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu
untuk mengelola investasi perusahaan tersebut.
Nilai
koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial bertanda positif 0.141. Ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial berhubungan positif dengan
manajemen laba. Artinya, jika variabel kepemilikan manajerial ditingkatkan satu
satuan, maka variabel manajemen laba akan naik 0.141. Asumsi variabel lainnya
tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
dan signifikan terhadap manajemen laba sehingga H4 diterima. sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawati (2010), penelitian yang
dilakukan oleh Rahmawati (2013) dan Fauziyah (2014) yang menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
manajemen laba. Salah satu motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba
dikarenakan adanya rencana bonus yang akan diberikan, dimana manajer
menginginkan bonus yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan teori akuntansi
positif oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam Belkaoui, (2006), yaitu Bonus Plan Hypothesis atau hipotesis rencana bonus.
Hasil penelitian
ini menyebutkan bahwa variabel yang berpengaruh paling besar adalah variabel
komite audit, jadi apabila komite audit ditingkatkan satu satuan maka manajemen
laba akan turun. Apabila komite audit semakin efektif maka akan semakin besar
penurunan manajemen laba. Oleh karena itu H5 diterima. Hasil
penelitian ini didukung oleh Jao dan Pagalung (2010), Setiawan (2009) dan
Siregar dan Utama (2005) , Klein (2002) dalam Eka (2011) yang memberikan bukti
secara empiris bahwa perusahaan membentuk komite audit independen melaporkan
laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak membentuk komite audit dan komite audit dengan jumlah
yang kecil (sedikit) mungkin akan mengalami kekurangan sumber daya untuk
mendistribusikan tugas komite audit yang telah diamanatkan dan untuk mengawasi
operasi perusahaan yang lebih besar dan lebih kompleks.
Nilai R-square 0.662, menunjukkan bahwa naik
turunnya perubahan manajemen laba 66,2% dipengaruhi oleh variabel komite audit,
komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial.
Sisanya sebesar 33,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
1. Hasil Uji Hipotesis Pertama
Uji hipotesis
pertama menggunakan uji-t. Pada Tabel 4.5 diatas Nampak nilai signifikan uji-t
atas variabel komite audit sebesar 0.00 lebih kecil dari alpa 0.05. ini
menunjukkan bahwa variabel komite audit secara parsial berpengaruh terhadap
manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa variabel komite audit
secara parsial berpengaruh terhadap manajemen laba diterima.
2. Hasil Uji Hipotesis Kedua
Uji
hipotesis kedua menggunakan uji-t. Pada Tabel 4.5 diatas Nampak nilai signifikan
uji-t atas variabel komisaris independen sebesar 0.00 lebih kecil dari alpa
0.05. ini menunjukkan bahwa variabel komisaris independen secara parsial
berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa variabel komisaris
independen secara parsial berpengaruh terhadap manajemen laba diterima.
3. Hasil Uji Hipotesis Ketiga
Uji hipotesis
ketiga menggunakan uji-t. Pada Tabel 4.5 diatas Nampak nilai signifikan uji-t
atas variabel kepemilikan institusional sebesar 0.00 lebih kecil dari alpa
0.05. ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional secara parsial
berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa variabel kepemilikan institusional
secara parsial berpengaruh terhadap manajemen laba diterima.
4. Hasil Uji Hipotesis Keempat
Uji hipotesis
keempat menggunakan uji-t. Pada Tabel 4.5
diatas Nampak nilai signifikan uji-t atas variabel kepemilikan
manajerial sebesar 0.00 lebih kecil dari alpa 0.05. ini menunjukkan bahwa
variabel kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh terhadap manajemen
laba. Dengan demikian, hipotesis keempat
yang menyatakan bahwa variabel kepemilikan manajerial secara parsial
berpengaruh terhadap manajemen laba diterima.
5. Hasil Uji Hipotesis Kelima
Hasil
uji hipotesis ke lima disajikan pada Tabel 4.5 di atas nampak bahwa komite
audit
memiliki nilai beta (β)/
koefisien regresi yang lebih besar dari variabel independen lainnya yaitu
sebesar -0.245. hal ini berarti bahwa variabel komite audit memeiliki pengaruh
yang paling besar atau dominan terhadap variabel manajemen laba. Dengan
demikian, hipotesis ke lima yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh
paling besar terhadap manajemen laba diterima.
6. Hasil Uji-F
Untuk
melengkapi penelitian ini, peneliti menggunakan uji-F. Pada Tabel 4.5 diatas nampak nilai signifikan uji-F sebesar
0.00 lebih kecil dari alpa 0.05. Ini menunjukkan bahwa komite audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial secara
simultan berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis ke
lima yang menyatakan bahwa variabel komite audit, komisaris independen,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial secara simultan
berpengaruh terhadap manajemen laba diterima.
5. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Good Corporate Governance (GCG) dengan
proksi komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap discretionary accrual yang berarti
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2. Good Corporate Governance (GCG) dengan
proksi komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap discretionary accrual yang berarti
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
3. Good Corporate Governance (GCG) dengan
proksi kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap discretionary accrual yang berarti
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
4. Good Corporate Governance (GCG) dengan
proksi kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap discretionary accrual yang berarti
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
5. Variabel
yang berpengaruh sangat besar terhadap manajemen laba adalah variabel komite
audit.
Adapun saran dari peniliti:
1.
Para investor sebaiknya tidak hanya terfokus
pada informasi laba karena adanya komponen akrual yang dapat diatur dengan
menggunakan pertimbangan manajer untuk kepentingan pribadi. Para investor perlu
memperhatikan informasi non keuangan yaitu pelaksanaan good corporate governance di perusahaan tersebut dalam pengambilan
keputusan misalnya komite audit, proporsi dewan komisaris independen,
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.
2.
Bagi perusahaan diharapkan dapat menerapkan good corporate governance di dalam perusahaannya
dan bagi perusahaan yang sudah menerapkan good
corporate governance diharapkan penerapan good corporate governance tersebut sesuai dengan tujuan
dikeluarkannya good corporate governance
yaitu agar terciptanya perusahaan yang sehat dan bersih. Salah satunya dengan
meningkatkan kualitas komite audit karena komite audit ini merupakan usaha
perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan
terhadap manajemen perusahaan karena akan menjadi penghubung antara manajemen
perusahaan dengan dewan komisaris maupun pihak ekstern lainnya.
3.
Penelitian berikutnya dapat menambah ukuran
perusahan sebagai variabel independen karena perusahaan yang besar lebih
diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan
pelaporan keuangan dan melaporkan kondisinya lebih akurat. Dan juga
menambahkan kualitas audit sebagai variabel independen karena kualitas audit
yang tinggi memungkinkan terhindar dari praktik manajemen laba yang dilakukan
manajer, dan kualitas audit yang rendah memungkinkan manajer melakukan
manajemen laba.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Bimo Bayu. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen
Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.
Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Beasley, M.S. (1996, October). An
empirical analysis of the relation between the board of director composition
and financial statement fraud. The
Accounting Review, 71(4), 443-465.
Dechow, P, 1995, “Accounting
Earnings and Cash Flows as Measures of Firm
Performance: The Role of Accounting
Accruals,” Journal of of Accounting and Economics 18 Forum for Corporate
Governance in Indonesia. 2001. Corporate
Governance:
Tata Kelola Perusahaan. Jilid II. http://www.fcgi.org.id.
Ghozali, Imam.2006. Aplikasi
Analisis Multivarite dengan Program SPSS. Badan Penerbit UNDIP: Semarang.
Herawati, N., & Baridwan, Z.
(2007, Juli). Manajemen laba pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang. Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar.
Herawaty,
S.A. (2007, Juli). Analisis pengaruh independensi, mekanisme corporate
governance, dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar.
Herianto. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap
Kualitas Laba Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin. I Guna, Welvin dan
Herawaty Arleen. 2010. Pengaruh Mekanisme Good
Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan
Faktor LAinnya Terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi
& Auditing Volume 8/No. 1/November 2011: 1-94
Jao, Robert dan Pagalung, Gagaring.
2011. Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan, Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba
Perusahaan Manufaktur Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 8/No.
1/November 2011: 1-94
Jensen, M. C. dan
Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm:
Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3,
305-360.
Manchugaa, Susan dan
Tietel, Karan. 2008. Board of Director
Characteristic and Earning Quality Surrounding Implementation of A Corporate
Governance in Mexico. Journal Of
Accounting, Auditing and Taxation, 18, 1-13.
Natalia,
Dessy. 2013. “Analisis Pengaruh Wajibnya Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Biaya Ekuitas Pada Badan Usaha
Milik Negara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012”. Skripsi:
Bina Nusantara.
Purwaningtyas, F. Praditha. 2011. Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009). Skripsi.
Semarang: Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Rachmawati, Andri dan Hanung
Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Kualitas
Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. 26-28 Juli 2007, Unhas Makassar.
Schipper, K. (2004, January).
Earnings quality, working paper in asia pasific.
Journal of Accounting and Economics
Conference. Kuala Lumpur, Malaysia
Siallagan, Hamonangan dan Mas’ud
Machfoedz, 2006, “Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba, dan Nilai
Perusahaan”. Proceeding Simposium
Nasional Akuntansi IX Suryana, Agung. 2005. Pengaruh
Komite Audit Terhadap Kualitas Laba.
Simposium Nasional Akuntansi VIII. 15-16 September 2005,
Solo.
Tjager, I.N., Alijoyo, F.A.,
Djemat, H.R, & Sembodo, B. (2003). Corporate governance: tantangan dan kesempatan bagi
komunitas bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo
Ujiyantho. M. Arief dan Pramuka. B.
Agus. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi X Makasar
Yohandoyo,
Christine. 2012. Pengaruh Good Corporate
Governance yang Diproksikan Dengan Kepemilikan Manajerial dan Dewan
Komisaris Independen Terhadap Kualitas Laba. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Kristen Petra.
Wardhani, Ratna, 2006, “Mekanisme
Corporate Governance dalam
Perusahaan yang Mengalami Permasalahan
Keuangan”. Proceeding Simposium
Nasional Akuntansi IX
Xie, B., Davidson, W. N., and
Dadalt, P. J. 2001. Earnings Management and
Corporate Governance: The Roles of Board and the Audit Commitee. Working Paper. Southern Illinois
University, Carbondale.
sumber : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/aaj/article/view/1136/1133